Jumat, 26 Agustus 2011

Kosmetik yang Sehat dan Aman

Perempuan yang rutin menggunakan produk-produk yang mengandung perusak hormon ini dalam banyak kasus akan menderita gangguan kesuburan, dan meningkatkan resiko kanker pada anak-anak mereka. Namun tahukah Anda, bahwa ada beberapa produk make-up yang terbuat dari bahan yang kurang baik untuk kulit? Bahan kimia yang dimaksud adalah biomutagen, yang bisa mengacaukan keseimbangan hormon dalam tubuh. Salah satunya phthalates, yang merupakan bahan kimia yang digunakan dalam parfum, kosmetik, kuteks, dan plastik.

berikut cara memilih kosmetik yg sehat :
1. Menggunakan bahan organik. 
Secara umum, bahan-bahan ini aman dan hanya sedikit mengandung zat kimia. Anda tetap harus mengecek lagi label yang mencantumkan bahan-bahan yang dipakai, dan pastikan tidak ada yang berbahaya.
2. Gunakan make-up yang simpel. 
Lebih sedikit yang Anda pakai akan lebih baik. Kurangi penggunakan bahan make-up yang tidak perlu untuk keperluan sehari-hari.
3. Jangan menggunakan make-up yang mengandung parfum. 
Ada sebagian make-up atau kosmetik yang memang menggunakan parfum sebagai tambahan untuk produknya. Perlu Anda ketahui, bahan kimia yang bisa merusak tubuh umumnya terdapat pada bahan yang mudah meresap ke pori-pori tubuh dan masuk ke aliran darah. Seperti parfum, contohnya.
4. Kurangi penggunaan kuteks.
 Saat memulas cat kuku, pastikan Anda berada dalam ruangan yang terbuka (bau cat kuku yang umumnya mengandung zat kimia bisa meresap masuk lewat pernafasan). Akan lebih baik jika Anda menghindari cat kuku yang mengandung phthalates. Begitu juga dengan cat rambut.
5. Buat daftar belanja Anda.
Lembaga non profit bernama Environmental Working Grup memiliki data lengkap tentang produk-produk yang bebas biomutagen. 

selanjutnya tips memilih kosmetik yg aman bagi kulit anda:
1. Jenis Kulit
Ketahui dengan benar jenis kulit. Pada umumnya, hampir 80 persen orang Indonesia berjenis kulit kombinasi (berminyak di area T: dahi, hidung, dahi). Pilih kosmetik, seperti pelembap, foundation, atau bedak yang sesuai jenis kulit.
2. Hentikan Berbagi Kosmetik Pribadi
Jika melihat tester di pertokoan atau mall, jangan langsung tergiur mencobanya. Minta pramuniaga yang ada membersihkan kosmetik tersebut sebelum digunakan. Setelah digunakan Anda juga harus langsung membersihkannya kembali daripada menunggu sampai di rumah. Karena akibat berbagi, Anda tidak tahu penyakit apa yang dapat ditularkan oleh kosmetik tersebut. Tips amannya, gunakan pada area lengan, jangan ke wajah untuk mengecek warna.
3. Alergy Testing
Sebelum membeli kosmetik, harus perhatikan kandungan kimia dalam kosmetik tersebut. Apabila kulit bermasalah, gunakan kosmetik untuk kulit sensitif yang kandungan kimianya telah teruji. Anda juga harus memperhatikan pengecekan sederhana pada kosmetik tersebut. Misalnya mengoleskan di bagian lengan atau belakang leher sambil searching kosmetik lainnya. Apabila merasa gatal jangan beli, atau stop pemakaian.
4. Jauhi dari Matahari
Simpan kosmetik Anda dalam wadah atau tempat yang jauh dari panas atau sinar matahari. Selain dapat merusak kualitas, juga dapat menurunkan warna kosmetik. Anda juga harus telaten menutup rapat-rapat kosmetik setelah menggunakannya. Untuk mencegahnya dari kotoran debu serta kuman-kuman dalam udara.
5. Cermati Lama Penyimpanan Kosmetik
Bijaksanalah dalam menyimpan kosmetik yang Anda gunakan. Jangan memaksa apabila usianya sudah lebih dari dua atau tiga tahun. Karena, dapat membuat infeksi pada kulit serta menyebabkan iritasi fatal.
Usia lipstick, maskara, bedak, foundation, pelembab dan eye shadow rata-rata dapat bertahan sampai dua tahun. Namun, produk liquid atau cairan usianya lebih muda dibandingkan kosmetik tersebut.
6. Bersihkan Alat Kosmetika
Perhatikan kebersihan alat kosmetika Anda. Biasakan mencuci alat tersebut secara rutin sebelum menggunakannya. Debu dan kotoran serta minyak wajah yang menempel dapat memicu perkembangbiakan bakteri yang jahat. Dengan demikian, bukannya cantik wajah Anda akan bermasalah

Manfaat Tanaman Lidah Buaya








“KHASIAT DAN MANFAAT LIDAH BUAYA 
SEBAGAI
TANAMAN OBAT TRADISIONAL”



PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dewasa ini, minat masyarakat untuk memanfaatkan kembali kekayaan  alam yaitu tumbuh-tumbuhan sebagai ramuan obat semakin meluas. Para ahli terus-menerus mengadakan penelitian dan pengujian terhadap sejumlah tumbuhan tertentu yang berkhasiat untuk pengobatan baik dalam maupun luar negeri. Tradisi pengguanaan obat tradisional untuk berbagai tujuan telah dilakukan oleh nenek moyang kita. Tren gaya hidup yang mengarah kembali ke alam membuktikan bahwa sesuatu yang alami bukan berarti kampungan atau ketinggalan zaman. Salah satu tujuannya adalah mengobati, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan tradisional menggunakan ramuan di negeri kita sudah menjadi budaya dan sangat nyata kontribusinya dalam menyehatkan masyarakat.
Tidak sedikit orang berkecimpung di dunia kedokteran modern, saat ini kembali mempelajari obat-obat tradisional. Tanaman-tanaman berkhasiat obat dikaji dan dipelajari secara ilmiah. Hasilnyapun mendukung asumsi dan bukti bahwa tanaman obat memang mamiliki kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis (medis) terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Kelebihan dari pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut adalah kurangnya efek samping yang ditimbulkan seperti yang sering terjadi pada pengobatan kimiawi. Mengingat kandungan khasiat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan terbukti efektif, efisien, aman, dan ekonomis, sudah saatnya jika pemanfaatan tanaman obat ini dioptimalkan.
Secara umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh kandungan kimia yang dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui secara rinci, tetapi pendekatan secara farmakologi berhasil menghasilkan informasi dari kegunaan tumbuhan obat.
Salah satu jenis tanaman obat tersebut adalah lidah buaya. Di dunia farmasi, lidah buaya lebih dikenal dengan nama Aloe vera Linn. Tanaman holtikultura ini keberadaannya telah dikenal sejak lama, bahkan ibu-ibu sering menanamnya di pekarangan atau di pot-pot sebagai penghias rumah dan sesekali diambil daunnya sebagai pencuci rambut atau sampo.
Walaupun sudah dikenal lama, hanya sedikit saja masyarakat yang mengetahui manfaat dan khasiat tanaman ini. Padahal, kandungan di dalam lidah buaya tidak sekedar untuk pencuci rambut, tetapi juga bisa mengobati penyakit, menghaluskan kulit, menyuburkan rambut, atau sebagai minuman dan makanan kesehatan. Dengan berbagai keunggulan yang dikandungnya, tanaman berlendir ini dapat dijadikan lahan bisnis baru, sehingga bias menjadi tanaman agroindustri.
Di negara modern, keampuhan daun lidah buaya semakin terkenal, sehingga tidak mengherankan jika ada yang menanamnya di dalam pot yang disimpan di dekat dapur. Maksudnya, agar daun lidah buaya mudak diambil untuk obat saat ada bagian tubuh yang terluka (tersayat atau luka bakar). Sebagai langkah dalam pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), cara ini tentu sangat baik untuk ditiru oleh keluarga atau masyarakat di Indonesia.

            Adapun rumusan masalah yang di angkat pada karya tulis ini adalah :
1.     Bagaimanakah kandungan lidah buaya dapat diambil khasiat dan manfaatnya untuk pengobatan?
2.     Penyakit apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman lidah buaya tersebut?



Tujuan penulisan dalam karya tulis ilmiah ini adalah :
1.     Untuk mengetahui bagaimana kandungan tanaman lidah buaya dapat diambil khasiat dan manfaatnya untuk pengobatan.
2.     Untuk mengetahui penyakit apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman lidah buaya ini.

Manfaat penulisan dalam karya ilmiah ini adalah :
1.     Memanfaatkan kandungan tanaman lidah buaya untuk pengobatan.
2.     Menyembuhkan berbagai macam penyakit dengan tanaman lidah buaya ini.



ISI

A.    Lidah Buaya
Secara taksonomi, lidah buaya diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom               :                       Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom          :                       Tracheobionta
SuperDivisi           :                       Spermatophyta(Menghasilkan biji)
Divisi                    :                       Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                    :                       Liliopsida (berkepingsatu / monokotil)
Ordo                     :                       Asparagales
Famili                   :                      
Asphodelaceae
Genus                   :                       Aloe
Spesies                  :                       Aloe vera L.

            Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya di Ethopia, yang termasuk golongan liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi, tergantung dari negara  atau wilayah tempat tumbuh. Latin, Prancis, Portugis, dan Jerman: aloe; inggris: crorodiles tongues; Malaysia: jadam; China: lu hui; Spanyol: sa’villa; India: musabbar; Tibet: jelly leek; Indian: ailwa; Arab: sabbar; Indonesia: lidah buaya; dan Filipina: natau.
            Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetika sejak berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of remedies. Di dalam buku itu dikisahkan bahwa pada zaman Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk  bahan baku kosmetika dan pelembab kulit. Pemakaiannya di bidang farmasi pertama kali dilakukan oleh orang-orang Samaria sekitar tahun 1750 SM.
            Beberapa sumber menyatakan bahwa lidah buaya masuk ke Indonesia dibawa oleh petani keturunan cina pada abad ke-17. Pemanfaatan tanaman ini di Indonesia masih sedikit, terbatas sebagai tanaman hias di pekarangan rumah dan digunakan sebagai kosmetika untuk  penyubur rambut. Pada tahun 1990 petani di Kalimantan Barat mulai mengusahakan tanaman lidah buaya secara komersial yang diolah menjadi minuman lidah buaya.
            Lidah buaya termasuk suku Liliaceae. Liliaceae diperkirakan meliputi 4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi lebih kurang 12 anak suku. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Lidah buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman.
            Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di daerah kering, seperti Afrika, Asia, dan Amerika. Hal ini dapat disebabkan lidah buaya dapat menutup stomata daun sampai rapat pada musim kemarau untuk menghindari kehilangan air dari daunnya. Lidah buaya dapat juga tumbuh di daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air, karena dari segi fisiologi tanaman ini termasuk dalam jenis CAM (crassulance acid metabolism) dengan sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata atau mulut daun membuka, sehinnga uap air dapat masuk. Disebabkan pada malam hari uadaranya dingin, uap air tersebut membentuk embun. Stomata yang terbuka pada malam hari memberi keuntungan, yaitu tidak akan terjadi penguapan dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat diperthankan. Karenanya, dia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang bagaimanapun keringnya.
            Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat yang kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40 – 90 cm, lebar 6 – 13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002).

B.    Obat tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit.
Menurut penelitian masa kini, obat – obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaannya. Obat tradisional yang banyak dijual di pasaran dalam bentuk kapsul, serbuk, simplisia, dan tablet. (Sastroamidjojo, 2001).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional.
            Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.
            Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang Dalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).
            Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut WHO, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer (WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).
Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern
Ramuan obat tradisional ini bahkan telah mengalami perkembangan yang begitu pesat serta diproses secara ilmiah dan modern. Dikonsumsi masyarakat dalam negeri, tetapi sudah ke pasar luar negeri. Ini karena tumbuhan sebagai sumber nabati terbukti mempunyai khasiat yang mujarab, tidak mempunyai efek samping, dan bahanya pun mudah didapat. Bahkan dipercaya kalau tumbuh – tumbuhan justru dapat menetralisir efek sampingan dari zat – zat aktif yang dapat membahayakan di dalam tubuh. Jadi hanya tumbuh – tumbuhan saja yang dapat bekerja sebagai “Side Effect Eliminating Substances” atau yang dikenal dengan SEES.
Penggunaan obat tradisional secara umum lebih aman dari penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat modern. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara tepat, yang meliputi:
1.     Kebenaran bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan (Sastroamidjojo, 2001).
2.     Ketepatan dosis
Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bias dikonsumsi sembarangan. Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Takaran yang tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput, segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bias menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Suarni, 2005).
3.     Ketepatan waktu penggunaan
Ketepatan waktu penggunaan sangatlah penting. Kita tidak boleh asal meminumnya saja diwaktu yang kita inginkan. Ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.
4.     Ketepatan cara penggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. (Patterson S, dan O’Hagan D., 2002).
5.     Ketepatan telaah informasi
Perkembangan teknologi informasi saat ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan.
6.     Tanpa penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat tradisional tersebut.
7.     Ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi.

 

            Lidah buaya merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk dikembangkan  karena merupakan tanaman yang fungsional disebabkan semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan, baik untuk perawatan tubuh maupun untuk mengobati berbagai penyakit.
            Berdasarkan hasil penelitian, daun lidah buaya dapat verfungsi seagai anti-inflamasi, antijamur, antibakteri, dan regenerasi sel. Di samping itu, lidah buaya bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes, mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung bagi penderita HIV. Penggunaannya dapat berupa gel dalam bentik segar atau  bentuk bahan jadi (kapsul, jus, pasta, atau makanan dan minuman kesehatan).
            Bunga dan akar juga memiliki khasiat mengobati penyakit. Bunga lidah buaya berkhasiat mengobati luka memar dan muntah darah. Akarnya berkhasiat sebagai obat cacing dan susah buang ai besar (sembelit).
            Pada taahun 1977 dilaporkan dalam Drugs and Cosmetic Journal bahwa rahasia keampuhan Aloe Vera terletak pada kandungan zat nutrisinya, yakni polisakarida (terutama glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase, terutama enzim-enzim pemecah protein (protenase). Enzim yang terakhir ini membantu memecah jaringan kulit yang sakit akibat kerusakan tertentu dan membantu memecah bakteri, sehingga gel Aloe Vera itu bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak.
            Jurnal Alternative Medicine pada bulan Maret 1999 mempublikasikan “13 ways Aloe Vera can Help You” yang menyebutkan efektitivitas lidah buaya dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Beberapa masalah yang disebut dalam jurnal tersebut diantaranya gangguan pencernaan, mengatur keasaman lambung, meningkatkan kinerja lambung, menekan populasi mikroorganisme usus tertentu,  serta dapat berfungsi sebagai laksatif dan mengobati luka di dinding usus.
            Manfaat lain dari gel lidah buaya adalah meningkatkan system kekebalan tubuh; menghilangkan keletihan; menghilangkan stress; bahan pembersih tubuh; membantu menstabilkan kadar kolesterol darah; meguatkan jaringan dan sel; menjaga kesehatan; memperlambat penuaan dini; meningkatkan metabolisme tubuh; membantu menyembuhkan dan menguatkan fungsi-fungsi tubuh; mengeluarkan bahan kimia; serta sebagai pengawet, pewarna, dan pengharum buatan dari dalam tubuh.
            Di Amerika, lidah buaya mulai popular pada dekade 1930-an dengan adanya laporan bahwa ekstrak  gel lidah buaya dapat digunakan untuk mengatasi luka akibat sinar X dan luka bakar akibat radiasi sinar radium. Dalam kasus ini, pemanfaatan daging lebih banyak dari kulitnya. Gel lidah buaya berisi glukomannan (salah satu grup dari polisakarida), brandykinase (suatu inhibitor protease), magnesium laktat, senyawa antiprostagladin, serta anti-inflamatori.
            Penggunaan sebagai salep (ointment) mempunyai pengaruh antimilkroba yang dihasilkan lebih cepat dalam penyembuhan luka dibandingkan dengan salep perak sulfadaniza. Sementara itu, ekstrak lidah buaya mempunyai berbagai aktivits antibakteri.
            Pada tahun 1994, FDA, lembaga pengawas obat dan makanan Amerika Serikat, telah menyetujui penggunaan ekstrak gel dengaan bahan aktif acemannan untuk mengobati aphthous stomatitis. Penelitian saat ini yang berkembang adalah penelaahan antiviral dan imunomodulator untuk mengobati orang yang terinveksi HIV. Di samping itu, penelitian secara in vitro, yakni percobaan yang dilakukan di dalam botol bahwa acemannan adalah suatu immunoenbancer yang dapat meningkatkan respon menotif terhadap alloantigen, mastimulasi sitotoksik limposit T (membunuh sel T), dan bekerja secara sinergis dengan terapi antiviral lainnya seperti sidofudine (Retrofil) dan acyclovir yang akan menghambat replikasi viral.
Pelepah lidah buaya yang dipanen dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yang digunakan yaitu:
a.      Daun
Keseluruhan daunnya dapat digunakan langgsung, baik secara tradisional maupun dalam bentuk eksudatnya.
b.     Eksudat
Eksudat adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudat beberbentuk kental, berwarna kuning, dan rasanya pahit.
c.      Gel
Gel adalah bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun setelah eksudat dikeluarkan. Gel sangat mudah rusak karena mengandung bahan aktif dan enzim yang sangat sensitif terhadap suhu, udara, dan cahaya, serta bersifat mendinginkan. Sifat gel lidah buaya sangat mudah teroksidasi karena adanya enzim oksidase. Akibatnya, kontak bahan dengan udara (oksigen) akan mempercepat prosees oksidasi, sehingga gel akan berubah menjadi kuning hingga cokelat (browning).
Getah lidah buaya bersifat koloidal seperti lendir, terutama jika pH-nya mendekati basa (saat daun masihh segar), bentuknya berupa gel (mirip agar-agar) yang lekat. Namun, jika pH-nya mendekati asam (saat daun mulai layu),, akan berubah wujud menjadi sol yamg bersifat lebih encer seperti sirup.
Efek sinergistik (kerja sama saling memperkuat) zat-zat itulah yang menyebabkan getah lidah buaya bias bertindak sebagai pendorong koagulasi yang kuat (oleh gel), pendorong pertumbuhan sel-sel yang tadinya rusak karena luka (oleh glikomannan), dan menciutkan jaringan sel. Dengan diciutkan dan didorongnya pertumbuhan sel baru, sel-sel yang rusak cepat sembuh.
            Kandungan lidah buaya terdiri dari:
a.      Kandungan Berupa Cairan
Tanaman lidah buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening seperti jeli dan cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin.
1.     Cairan Bening seperti Jeli
Jeli lidah buaya ini dapat diperoleh dengan membelah batang lidah buaya.jeli mengandung zat antibakteri dan antijamur yang dapat menstimulasi fibroblast, yakni sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka.  Para ahli meyakini lidah buaya sangat mujarab karena mengandung salisilat, yakni zat peredam sakit dan antibengkak yang juga terdapat dalam aspirin.
2.     Eksudat atau Cairan Berwarna Kekuningan yang Mengandung Aloin
Cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin ini berasal dari lateks yang terdapat di bagian luar kulit lidah buaya. Cairan ini tidak sama dengan jeli lidah buaya, dianggap cukup aman dan banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar komersial.
Komponen yang terkandung dalam lidah buaya sebagian besar adalah air yang mencapai 99,5% dengan total padatan terlarut hanya 0,49%, lemak 0,067%, karbohidrat 0,043%, protein 0,038%, vitamin A 4,594 IU, dan Vitamin C 3,476 mg.
b.     Zat-zat yang Terkandungg dalam Lidah Buaya
Manfaat lidah buaya beragam disebabkan kandungan bahan aktif yang dimilikinya yaitu lignin, saponin, komplek anthraquinone aloin, barbaloiin, ester asam sinamat, asam risophanat, ester oil, resistanol,vitamin B1, vitamin B2, asam folat, amylase, katalase, lipase, mono & polisakarida, selulosa, rhamnosan, mineral, asam amino, protein dan lainnya.
Enzim protease bekerja sama dengan glukomannan mampu memecah bakteri yang menyerang luka. Salah satu enzim dalam lidah buaya dapat memecah brandykinin, senya penyebab rasa nyeri yang terbentuk di luka sehingga rasa nyeri tersebut dapat hilang. Sementara itu, asam krisofan mendorong penyembuhan kulit yang mengalami kerusakan. Karena itu pula, getah pulp lidah buaya bersifat antiseptik sekaligus meredam rasa sakit.
Adanya kalsium dalam lidah buaya dapat membantu pembentukan dan regenerasi tulang. Kalium dan natrium berfungsi  dalam regulasi dan metabolism tubuh dan penting dalam pengaturan impuls saraf. Unsure seng (Zn) berhubungan dengan kesehatan saluran dan air kencing.
Cairan lidah buaya mamiliki keasaman (pH) yang natural, mirip dengan pH kulit manusia. Hal  ini dapat menghindari terjadinya alergi kulit bagi pemakainya. Adanya senyawa lignin dan polisakarida lain memberi kemampuan untuk menembus kulit secara baik, sekaligus sebagai media pembawa zat-zat nutrisi yang diperlukan kulit. Asam aminonya akan membantu perkembangan sel-sel baru dengan kecepatan luar biasa. Bersamaan dengan itu, enzim-enzim yang terdapat dalam cairan lidah buaya akan membantu menghilangkan sel-sel yang telah mati dari epidermis.
Beragamnya unzur yang tekandung dalam lidah buaya membuat kandungan unsur ini sulit dipisah-pisahkan kendati menggunakan peralatan canggih. Hanya, para ahli yakin bahwa daya penyembuuhan dalam lidah buaya inilah yang merangsang mekanisme penyembuhan dalam tubuh manusia.
Jumlah asam amino, vitamin, enzim, antharaquinone, dan unsur lainnya tidak terdapat dalam jumlah besar, tetapi karena digabungkan menjadi satu, membuahkan hasil yang menakjubkan. Hal ini disebabkan unsur yang terdapat di dalam lidah buaya ini menstimulasi macropage di dalam tubuh. Macropage adalah salah satu sel darah  yang mengendalikan sistem kekebalan tubuh.
Adapun khasiat lidah buaya berdasarkan riset yaitu menghambat infeksi HIV, memberi nutrisi tambahan bagi pengidap HIV, menurunkan kadar gula darah bagi penderita diabetes, mencegah pembengkakan sendi, menghambat sel kanker, membantu penyembuhan luka, menyembuhkan ambeien dan radang tenggorokan, antibakteri, mengatasi gangguan pencernaan, dan membantu penyembuhan luka bekas operasi, luka lecet, bisul bernanah, jerawat, memperlambat penuaan dini, anemia, penyegar, mengurangi kebotakan rambut, sakit kepala, gigitan serangga, sakit gigi, TBC, cacingan, dan lainnya.


PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.     Banyak kandungan yang terdapat di dalam tanaman lidah buaya yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional.
2.     Berbagai macam penyakit seperti menghambat sel kanker, membantu penyembuhan luka, menyembuhkan ambeien dan radang tenggorokan, antibakteri, mengatasi gangguan pencernaan, dan lainnya yang dapat disembuhkan oleh tanaman lidah buaya ini baik pemakaian secara luar maupun dalam.

            Melalui karya tulis ini, penulis menyarankan agar selain obat modern juga menggunakan obat tradisional untuk penyembuhan penyakit terutama dengan tanaman lidah buaya karena banyaknya manfaat yang dapat diperoleh.


Adam, Thur. 1993. Tumbuhan Berkhasiat. Jakarta: Pasca Setia.
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Caca dan Tim Cahaya. 2008. Pengobatan dengan Obat Alami. Jakarta: Multazam Mulia Utama.
Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Jakarta: AgroMedia Pustaka.


Kloppenburg, J. 1983. Petunjuk lengkap Mengenai Tanam-tanaman Di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisionil. Yogyakarta: Bethesda.

Kusuma, Hembing Wijaya. 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Jakarta: Gramedia.

Patterson S, O’Hagan D., 2002, Biosynthetic studies on the tropane alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium; hyoscyamine is stable to in vivo oxidation and is not derived from littorine via a vicinal interchange process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.

Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.
Suarni. 2005.Tanaman Obat tak Selamanya Aman. http://pikiranrakyat.com. Diakses Desember 2010.

Sukandar, E. Y. Tren dan Paradigma Dunia Farmasi. Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi ilmiah Dies Natalis ITB. http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Diakses Desember 2010.


WHO. 2003. Traditional medicine. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Desember 2010.


            **muhund kritikk n sarand.y :)